BERITA TERKINI :
Berita Terbaru
Berita Terhangat
DPD PKS Samarinda
Fiqh & Syariah
Keluarga Sakinah
Kiprah DPC Samarinda Ulu
DPRD Provinsi KALTIM
Tausiyah dari Ustadz Kita
Opini Kiriman Pembaca
Kolom Kesehatan ( Akh Haris )
Tampilkan postingan dengan label kolom tifa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kolom tifa. Tampilkan semua postingan
12/11/2012
Oleh : Cahyadi Takariawan
Hari Rabu (05/12/2012) saat berlangsung acara Nadwah bersama ustadz Abu Ridha di Markaz Dakwah Gambiran, Yogyakarta, seorang akhwat bertanya melalui selembar kertas. Pertanyaan sesungguhnya ditujukan kepada ustadz Abu Ridha, namun karena saya selaku moderator Nadwah merasa telah memiliki jawaban, maka saya sampaikan agar para peserta yang ingin mengetahui jawabannya, membaca blog saya pada naskah yang bertajuk “Kisah Siti, Dina dan Umi”. Naskah tersebut saya posting di blog pada tanggal 11 Mei 2011.
Pertanyaan tertulis tersebut, kurang lebih menyampaikan curhat tentang kondisi yang dihadapi. Sebagai akhwat aktivis dakwah yang masih muda usia, sering kali dianggap sebagai “anak kecil”. Dianggap belum tahu apa-apa, sehingga berbagai ide dan pemikirannya sering tertolak di kalangan para senior. Maka ia bertanya, bagaimana seharusnya berinteraksi dalam sebuah komunitas bersama para “kasepuhan”? Bagaimana anak muda harus menempatkan diri ketika berinteraksi dakwah dengan para senior yang memiliki otoritas kesenioran dan sejarah?
Pertanyaan seperti itulah yang mendasari saya menulis “Kisah Siti, Dina dan Umi” dan memuat di blog ini. Ternyata dari zaman ke zaman, pertanyaan seperti itu selalu muncul, maka “jawaban” sederhana inipun saya anggap masih layak untuk dimuat ulang. Mari kita simak kisah Siti, Dina dan Umi berikut.
Senior dan Yunior dalam DInamika Kegiatan Dakwah
Seorang wanita muslimah menceritakan kesedihan hatinya karena dimarah-marahi oleh seniornya di organisasi dakwah. Wanita muslimah ini, sebut saja namanya Siti, dan seniornya itu juga seorang muslimah, sebut saja namanya Umi. Siti merasa sangat sedih dan kecewa, karena ia merasa telah melaksanakan dengan serius tugas-tugas kepanitiaan dalam sebuah acara dakwah yang digelar organisasi, namun justru mendapat kritik dan kemarahan Umi, seniornya.
Berbagai kekurangan dan kelemahan kepanitiaan, semua ditumpahkan dalam bentuk kemarahan oleh Umi kepada Siti. Tentu saja Siti mengetahui bahwa panitia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan, namun seakan-akan kerja keras dan usaha maksimal yang sudah dilaksanakan Siti bersama panitia yang lainnya tidak terlihat sama sekali di mata Umi. Yang tampak di mata Umi adalah adanya banyak kekurangan dan hal-hal tidak ideal yang ditampakkan oleh panitia.
Sebagai yunior, Siti tidak berani protes atas kemarahan Umi. Ia diam saja menerima kemarahan itu, dan menyimpan kepedihan yang mendalam dalam hatinya. Awalnya Siti bermaksud menyimpannya sendiri, namun lama kelamaan ia merasa tidak tahan. Akhirnya ia mulai membuka pembicaraan dengan seorang teman sesama panitia kegiatan tentang apa yang dialaminya. Betapa terkejut Siti, ternyata temannya itu juga mendapat kemarahan yang sama dari Umi. Bahkan akhirnya diketahui, bahwa Umi memarahi banyak panitia kegiatan. Tentu saja yang dimarahi itu semuanya merasa sakit hati.
Karena merasa tidak terima dimarahi, beberapa personil panitia curhat kepada seorang senior organisasi. Sebut saja namanya Dina. Siti bersama beberapa rekannya curhat kepada Dina tentang perlakuan Umi, dan mereka berharap Dina bisa menasihati Umi agar bersikap lebih sabar dan “ngemong” para yunior yang tengah belajar menjadi panitia kegiatan. Mereka toh sudah bekerja serius dan bersungguh-sungguh, bahwa masih dijumpai kekurangan itu sesuatu yang sangat manusiawi.
Dina merasa bingung. Satu sisi ia mengerti kegelisahan adik-adik yunior tersebut, namun sisi yang lain ia merasa kurang bisa membahasakan keinginan itu kepada Umi, rekan sejawatnya. Bagaimana Dina harus berbicara kepada Umi, sedangkan Umi sendiri secara terang-terangan bercerita dengan bangga, bahwa ia telah memarahi adik-adik panitia karena masih banyak kekurangan yang dijumpainya. Umi merasa perbuatannya itu benar, karena ia melihat sendiri kekurangan panitia kegiatan dan ia merasa wajib mengingatkan agar tidak berkelanjutan atau berulang.
Jika Anda Menjadi Siti
Saya ajak anda menjadi Siti, dan saya ajak pula anda menjadi Umi. Menjadi Siti dulu saja ya…. Tempatkan diri anda sebagai Siti. Sebagai yunior, anda telah merasa “hebat” karena terlibat dalam kepanitiaan kegiatan dakwah yang termasuk kegiatan besar. Ingat, kepanitiaan itu tidak ada imbalan materi sama sekali, tidak digaji. Kepanitiaan itu adalah kerja sosial, kerja dakwah, kerja yang berharap pahala Allah semata-mata. Anda masih kuliah, dan tentu mengorbankan banyak waktu untuk melekasanakan amanah kepanitiaan. Waktu yang semestinya anda alokasikan untuk belajar, ke kampus, ke perpustakaan atau mengerjakan tugas di kamar kost, anda gunakan sepenuhnya untuk melaksanakan amanah kepanitiaan.
Ini pengalaman luar biasa bagi anda, karena bisa menjadi panitia kegiatan dakwah tingkat nasional. Anda bekerja habis-habisan, demi suksesnya acara. Berbulan-bulan lamanya menyiapkan kegiatan, dari rapat ke rapat, dari koordinasi ke aksi, dari pagi hingga sering pulang bermalam hari. Membagi tugas, mengatur strategi, menyusun rencana, membuat anggaran, sampai melaksanakan semua hal-hal teknis. Lelah sekali, namun anda nikmati. Hingga akhirnya jadwal kegiatan itu tiba. Semua telah bekerja dan menunaikan amanah sesuai rencana.
Di tengah-tengah kesibukan yang sangat padat, di tengah kelelahan yang mendera karena standby bekerja sebagai panitia berhari-hari lamanya, tiba-tiba seorang senior bernama Umi datang ke ruang sekretariat dan tanpa bertanya ini dan itu, tiba-tiba langsung keluar kata-kata kritik pedas dan menumpahkan kemarahan kepada anda. Umi menganggap panitia tidak becus mengelola kegiatan, banyak sekali kekurangan yang tampak di hadapan mata sehingga Umi merasa malu melihat kekurangan itu.
Sedih bukan main rasa hati anda. Sebagai yunior anda akan sangat senang dan bangga apabila Umi datang ke sekretariat untuk mengucapkan selamat atas kerja yang anda lakukan, walaupun hasilnya masih terdapat kekurangan. Namun Umi sama sekali tidak menyebut kebaikan dan apresiasi atas kerja keras panitia sama sekali. Yang diungkapkan hanya kekesalan dan kritik pedas kepada panitia yang dianggap tidak bisa bekerja sama. Sangat manusiawi jika anda merasa sedih, bahkan perasaan anda menjadi “down”, jatuh, karena tidak menyangka akan mendapatkan apresiasi sedemikian “nylekit” dari seorang senior.
Namun jangan terlalu sentimentil dan larut dalam kesedihan. Karena ada kalanya anak muda harus “ngemong” yang lebih tua, walaupun seharusnya seniorlah yang “ngemong” adik-adik yunior. Kelebihan Umi ada pada posisi senior, sehingga merasa memiliki saham sejarah atas segala sesuatu yang ada di organisasinya. Maka anda posisikan diri menghormati orang tua, menerima kritik dan kemarahannya, serta menjadikan itu sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Jangan menjadi kecewa dan bahkan putus asa, yang menyebabkan anda tidak mau lagi terlibat menjadi panitia kegiatan selanjutnya, atau tidak mau menjadi anggota organisasi dakwah, atau bahkan tidak mau berdakwah lagi. Anggap itu bagian dari ujian keikhlasan anda menapaki kegiatan dakwah. Jika anda sukses, insyaallah anda akan menjadi pejuang yang tangguh.
Jika Anda Menjadi Umi
Sekarang saya ajak anda gantian menjadi Umi…. Tempatkan diri anda pada posisi Umi. Sebagai senior mestinya anda bersikap lebih dewasa dan bijak menghadapi realitas adik-adik yunior. Mereka adalah aset yang paling berharga dalam organisasi dakwah anda. Benar, tak ada aset yang lebih berharga dalam organisasi anda kecuali mereka, generasi muda penerus aktivitas dakwah. Kehadiran anda pada kegiatan mereka telah memberikan semangat dan energi luar biasa. Apalagi jika anda hadir sambil memberikan apresiasi positif atas jerih payah dan kerja keras yang telah mereka lakukan selama ini. Tentu semangat para yunior akan bertambah menggelora.
Saat anda menyaksikan kekurangan dan kelemahan dalam kegiatan, jangan langsung anda tumpahkan dalam bentuk kemarahan kepada panitia pelaksana. Karena itu bercorak sangat reaktif, dan justru men-down grade senioritas anda. Tampak bahwa anda tidak mengetahui mekanisme organisasi. Bukankah nanti ada saat evaluasi kegiatan kepanitiaan, dan anda bisa menyampaikannya di forum evaluasi tersebut ? Bukankah saat kegiatan sedang berjalan, para panitia itu punya garis komando yang jelas. Siapa berhak menginstruksi dan siapa yang tidak berhak, itu semua ada mekanisme dan aturannya. Sebagai apakah anda waktu itu ? Apakah anda termasuk panitia kegiatan yang punya garis instruksi ? Bukankah anda “hanya” seorang senior yang kebetulan menyaksikan ada kekurangan dalam kepanitiaan. Mengapa bisa langsung intervensi ke panitia pelaksana ?
Aneh sekali perilaku anda sebagai senior. Ketahuilah, saat anda menumpahkan kemarahan kepada panitia pelaksana yang rata-rata adalah yunior anda, itu sangat melukai perasaan mereka. Bahkan bisa berpotensi membuat mereka kecewa dan akhirnya mundur dari organisasi dakwah yang anda rintis sekian lama. Adik-adik yunior itu diam saat anda marahi, bukan karena mereka menerima kritik dan kemarahan anda. Bukan karena mereka legowo, namun diamnya mereka semata-mata menghormati senioritas anda. Andai saja anda bukan orang senior, pasti kritik dan kemarahan anda yang tidak proporsional akan berbuntut panjang.
Harusnya anda menempatkan diri secara proporsional. Menjadi senior itu sulit, karena semua yang dilakukan telah menjadi acuan dan justifikasi para yunior. Tampakkan jiwa kedewasaan anda, mestinya anda menanamkan hikmah dan kebijaksanaan di hadapan generasi muda penerus kegiatan dakwah. Bukan menampakkan sikap kekanak-kanakan yang bisa menyakitkan hati dan perasaan kader yang baru saja bergabung dalam kegiatan di organisasi anda. Bukan menunjukkan posisi powerful yang anda miliki, menampakkan otoritas sebagai senior yang anda dapatkan dari aset sejarah. Mengapa tidak anda tampakkan saja sikap ramah dan membimbing generasi muda, agar mereka merasa semakin nyaman membersamai kegiatan organisasi ?
Anda telah salah memahami makna senior. Bukankah senior itu hanya karena anda lebih dahulu bergabung dengan organisasi dakwah, dan mereka disebut yunior karena bergabungnya belakangan ? Tidak ada jaminan bahwa senior lebih baik dan lebih berkualitas dari yunior, tidak ada kaidah yang membenarkan bahwa seorang senior berhak berlaku semena-mena dan berbuat semaunya terhadap yang muda. Senior itu hanya karena takdir sejarah, bahwa anda bergabung lebih awal daripada yang lainnya. Itu saja, jangan dilebih-lebihkan.
Jika Anda Menjadi Dina
Bagaimana kalau menjadi Dina ? Anda jangan sungkan menyampaikan kepada Umi. Sebagai sahabat sejawat, satu generasi, anda harus berani menyampaikan aspirasi adik-adik yunior yang merasa disakiti hatinya. Sampaikan saja dengan bahasa yang tepat kepada Umi, bahwa tindakannya kepada Siti dan beberapa panitia kegiatan telah menyebabkan mereka tidak nyaman. Jika perilaku seperti itu menjadi kebiasaan, bahkan kebanggaan, akan berpotensi merusak tatanan organisasi. Anda harus membersamai Umi agar ia lebih arif serta bijak menempatkan diri dalam organisasi.
Nasihati Umi agar ia mengerti ketidaktepatan kemarahannya. Ajak Umi untuk meminta maaf kepada Siti, serta panitia pelaksana lainnya yang sempat mendapat kemarahan Umi. Permintaan maaf ini akan menyebabkan tumbuhnya cinta, kepercayaan dan penghormatan para yunior kepada senior mereka. Generasi muda akan melihat bahwa orang-orang tua bersedia meminta maaf kepada yang muda atas ketidaktepatan tindakan yang dilakukannya. Ini merupakan pembelajaran dan pendidikan yang sangat berarti bagi anak-anak muda. Umi tidak akan jatuh wibawa dan kehormatannya dengan meminta maaf, bahkan sebaliknya, tindakan itu akan menjadi awal respek dan penghormatan dari para yunior.
Sikap keras kepala dan tinggi hati yang ditampakkan Umi justru berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan kewibawaannya. Maka sebagai sesama senior, anda harus bisa meluruskan persepsi Umi. Setelah Umi bersedia meminta maaf, maka ajaklah Siti serta teman-teman panitia lainnya untuk tidak memperbesar masalah, untuk menganggap selesai masalah ini, dan tidak mengungkit lagi. Ajak Siti dan teman-teman panitia silaturahim ke rumah Umi untuk meminta nasihat dan tausiyah. Posisi anda sangat tepat untuk mengatur ini semua, karena Siti telah curhat kepada anda selaku senior organisasi.
Inilah rajutan hati dan ikatan perasaan dalam dinamika dakwah. Sebagian di antara kita ditakdirkan menjadi senior, sebagian yang lainnya menjadi yunior. Semata-mata karena sebagian telah lebih dahulu melakukan aktivitas dakwah dalam organisasi, sedangkan sebagian yang lainnya baru bergabung belakangan. Maka menjadi senior harus sangat berhati-hati dalam bersikap, berbicara, bertingkah laku, karena semua akan menjadi acuan generasi muda. Diamnya para senior saja memiliki arti, apalagi kemarahannya.
Sebaliknya, sebagai yunior hendaknya banyak belajar dan menimba pengalaman dari generasi terdahulu. Jika ada perkataan, perbuatan dan tingkah laku generasi terdahulu yang tidak menetapi standar kebaikan, hendaknya anda tidak menjadikannya sebagai patokan. Anda berkewajiban untuk memberikan masukan, pengingatan, tausiyah dan kritik konstruktif dengan cara yang tepat dan tetap menghormati pihak yang lebih tua. Karena Siti merasa tidak mampu memberikan masukan dan pengingatan secara langsung, maka ia sampaikan itu kepada Dina agar bisa meneruskan kepada Umi. Ini contoh kebijakan dalam menyampaikan masukan dan saran. Bukan mendiamkan, namun menyalurkan melalui saluran yang tepat.
Semoga Allah kuatkan Siti dan rekan-rekannya di jalan dakwah. Semoga Allah ampuni Umi dan membimbingnya agar menjadi gudang hikmah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kebijaksanaan kepada Dina sehingga menjadi qudwah. Amin
Sumber : PKS BANGUNTAPAN
Kisah Siti, Dina dan Umi : Reloaded
11/12/12
Oleh : Cahyadi Takariawan
Hari Rabu (05/12/2012) saat berlangsung acara Nadwah bersama ustadz Abu Ridha di Markaz Dakwah Gambiran, Yogyakarta, seorang akhwat bertanya melalui selembar kertas. Pertanyaan sesungguhnya ditujukan kepada ustadz Abu Ridha, namun karena saya selaku moderator Nadwah merasa telah memiliki jawaban, maka saya sampaikan agar para peserta yang ingin mengetahui jawabannya, membaca blog saya pada naskah yang bertajuk “Kisah Siti, Dina dan Umi”. Naskah tersebut saya posting di blog pada tanggal 11 Mei 2011.
Pertanyaan tertulis tersebut, kurang lebih menyampaikan curhat tentang kondisi yang dihadapi. Sebagai akhwat aktivis dakwah yang masih muda usia, sering kali dianggap sebagai “anak kecil”. Dianggap belum tahu apa-apa, sehingga berbagai ide dan pemikirannya sering tertolak di kalangan para senior. Maka ia bertanya, bagaimana seharusnya berinteraksi dalam sebuah komunitas bersama para “kasepuhan”? Bagaimana anak muda harus menempatkan diri ketika berinteraksi dakwah dengan para senior yang memiliki otoritas kesenioran dan sejarah?
Pertanyaan seperti itulah yang mendasari saya menulis “Kisah Siti, Dina dan Umi” dan memuat di blog ini. Ternyata dari zaman ke zaman, pertanyaan seperti itu selalu muncul, maka “jawaban” sederhana inipun saya anggap masih layak untuk dimuat ulang. Mari kita simak kisah Siti, Dina dan Umi berikut.
Senior dan Yunior dalam DInamika Kegiatan Dakwah
Seorang wanita muslimah menceritakan kesedihan hatinya karena dimarah-marahi oleh seniornya di organisasi dakwah. Wanita muslimah ini, sebut saja namanya Siti, dan seniornya itu juga seorang muslimah, sebut saja namanya Umi. Siti merasa sangat sedih dan kecewa, karena ia merasa telah melaksanakan dengan serius tugas-tugas kepanitiaan dalam sebuah acara dakwah yang digelar organisasi, namun justru mendapat kritik dan kemarahan Umi, seniornya.
Berbagai kekurangan dan kelemahan kepanitiaan, semua ditumpahkan dalam bentuk kemarahan oleh Umi kepada Siti. Tentu saja Siti mengetahui bahwa panitia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan, namun seakan-akan kerja keras dan usaha maksimal yang sudah dilaksanakan Siti bersama panitia yang lainnya tidak terlihat sama sekali di mata Umi. Yang tampak di mata Umi adalah adanya banyak kekurangan dan hal-hal tidak ideal yang ditampakkan oleh panitia.
Sebagai yunior, Siti tidak berani protes atas kemarahan Umi. Ia diam saja menerima kemarahan itu, dan menyimpan kepedihan yang mendalam dalam hatinya. Awalnya Siti bermaksud menyimpannya sendiri, namun lama kelamaan ia merasa tidak tahan. Akhirnya ia mulai membuka pembicaraan dengan seorang teman sesama panitia kegiatan tentang apa yang dialaminya. Betapa terkejut Siti, ternyata temannya itu juga mendapat kemarahan yang sama dari Umi. Bahkan akhirnya diketahui, bahwa Umi memarahi banyak panitia kegiatan. Tentu saja yang dimarahi itu semuanya merasa sakit hati.
Karena merasa tidak terima dimarahi, beberapa personil panitia curhat kepada seorang senior organisasi. Sebut saja namanya Dina. Siti bersama beberapa rekannya curhat kepada Dina tentang perlakuan Umi, dan mereka berharap Dina bisa menasihati Umi agar bersikap lebih sabar dan “ngemong” para yunior yang tengah belajar menjadi panitia kegiatan. Mereka toh sudah bekerja serius dan bersungguh-sungguh, bahwa masih dijumpai kekurangan itu sesuatu yang sangat manusiawi.
Dina merasa bingung. Satu sisi ia mengerti kegelisahan adik-adik yunior tersebut, namun sisi yang lain ia merasa kurang bisa membahasakan keinginan itu kepada Umi, rekan sejawatnya. Bagaimana Dina harus berbicara kepada Umi, sedangkan Umi sendiri secara terang-terangan bercerita dengan bangga, bahwa ia telah memarahi adik-adik panitia karena masih banyak kekurangan yang dijumpainya. Umi merasa perbuatannya itu benar, karena ia melihat sendiri kekurangan panitia kegiatan dan ia merasa wajib mengingatkan agar tidak berkelanjutan atau berulang.
Jika Anda Menjadi Siti
Saya ajak anda menjadi Siti, dan saya ajak pula anda menjadi Umi. Menjadi Siti dulu saja ya…. Tempatkan diri anda sebagai Siti. Sebagai yunior, anda telah merasa “hebat” karena terlibat dalam kepanitiaan kegiatan dakwah yang termasuk kegiatan besar. Ingat, kepanitiaan itu tidak ada imbalan materi sama sekali, tidak digaji. Kepanitiaan itu adalah kerja sosial, kerja dakwah, kerja yang berharap pahala Allah semata-mata. Anda masih kuliah, dan tentu mengorbankan banyak waktu untuk melekasanakan amanah kepanitiaan. Waktu yang semestinya anda alokasikan untuk belajar, ke kampus, ke perpustakaan atau mengerjakan tugas di kamar kost, anda gunakan sepenuhnya untuk melaksanakan amanah kepanitiaan.
Ini pengalaman luar biasa bagi anda, karena bisa menjadi panitia kegiatan dakwah tingkat nasional. Anda bekerja habis-habisan, demi suksesnya acara. Berbulan-bulan lamanya menyiapkan kegiatan, dari rapat ke rapat, dari koordinasi ke aksi, dari pagi hingga sering pulang bermalam hari. Membagi tugas, mengatur strategi, menyusun rencana, membuat anggaran, sampai melaksanakan semua hal-hal teknis. Lelah sekali, namun anda nikmati. Hingga akhirnya jadwal kegiatan itu tiba. Semua telah bekerja dan menunaikan amanah sesuai rencana.
Di tengah-tengah kesibukan yang sangat padat, di tengah kelelahan yang mendera karena standby bekerja sebagai panitia berhari-hari lamanya, tiba-tiba seorang senior bernama Umi datang ke ruang sekretariat dan tanpa bertanya ini dan itu, tiba-tiba langsung keluar kata-kata kritik pedas dan menumpahkan kemarahan kepada anda. Umi menganggap panitia tidak becus mengelola kegiatan, banyak sekali kekurangan yang tampak di hadapan mata sehingga Umi merasa malu melihat kekurangan itu.
Sedih bukan main rasa hati anda. Sebagai yunior anda akan sangat senang dan bangga apabila Umi datang ke sekretariat untuk mengucapkan selamat atas kerja yang anda lakukan, walaupun hasilnya masih terdapat kekurangan. Namun Umi sama sekali tidak menyebut kebaikan dan apresiasi atas kerja keras panitia sama sekali. Yang diungkapkan hanya kekesalan dan kritik pedas kepada panitia yang dianggap tidak bisa bekerja sama. Sangat manusiawi jika anda merasa sedih, bahkan perasaan anda menjadi “down”, jatuh, karena tidak menyangka akan mendapatkan apresiasi sedemikian “nylekit” dari seorang senior.
Namun jangan terlalu sentimentil dan larut dalam kesedihan. Karena ada kalanya anak muda harus “ngemong” yang lebih tua, walaupun seharusnya seniorlah yang “ngemong” adik-adik yunior. Kelebihan Umi ada pada posisi senior, sehingga merasa memiliki saham sejarah atas segala sesuatu yang ada di organisasinya. Maka anda posisikan diri menghormati orang tua, menerima kritik dan kemarahannya, serta menjadikan itu sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Jangan menjadi kecewa dan bahkan putus asa, yang menyebabkan anda tidak mau lagi terlibat menjadi panitia kegiatan selanjutnya, atau tidak mau menjadi anggota organisasi dakwah, atau bahkan tidak mau berdakwah lagi. Anggap itu bagian dari ujian keikhlasan anda menapaki kegiatan dakwah. Jika anda sukses, insyaallah anda akan menjadi pejuang yang tangguh.
Jika Anda Menjadi Umi
Sekarang saya ajak anda gantian menjadi Umi…. Tempatkan diri anda pada posisi Umi. Sebagai senior mestinya anda bersikap lebih dewasa dan bijak menghadapi realitas adik-adik yunior. Mereka adalah aset yang paling berharga dalam organisasi dakwah anda. Benar, tak ada aset yang lebih berharga dalam organisasi anda kecuali mereka, generasi muda penerus aktivitas dakwah. Kehadiran anda pada kegiatan mereka telah memberikan semangat dan energi luar biasa. Apalagi jika anda hadir sambil memberikan apresiasi positif atas jerih payah dan kerja keras yang telah mereka lakukan selama ini. Tentu semangat para yunior akan bertambah menggelora.
Saat anda menyaksikan kekurangan dan kelemahan dalam kegiatan, jangan langsung anda tumpahkan dalam bentuk kemarahan kepada panitia pelaksana. Karena itu bercorak sangat reaktif, dan justru men-down grade senioritas anda. Tampak bahwa anda tidak mengetahui mekanisme organisasi. Bukankah nanti ada saat evaluasi kegiatan kepanitiaan, dan anda bisa menyampaikannya di forum evaluasi tersebut ? Bukankah saat kegiatan sedang berjalan, para panitia itu punya garis komando yang jelas. Siapa berhak menginstruksi dan siapa yang tidak berhak, itu semua ada mekanisme dan aturannya. Sebagai apakah anda waktu itu ? Apakah anda termasuk panitia kegiatan yang punya garis instruksi ? Bukankah anda “hanya” seorang senior yang kebetulan menyaksikan ada kekurangan dalam kepanitiaan. Mengapa bisa langsung intervensi ke panitia pelaksana ?
Aneh sekali perilaku anda sebagai senior. Ketahuilah, saat anda menumpahkan kemarahan kepada panitia pelaksana yang rata-rata adalah yunior anda, itu sangat melukai perasaan mereka. Bahkan bisa berpotensi membuat mereka kecewa dan akhirnya mundur dari organisasi dakwah yang anda rintis sekian lama. Adik-adik yunior itu diam saat anda marahi, bukan karena mereka menerima kritik dan kemarahan anda. Bukan karena mereka legowo, namun diamnya mereka semata-mata menghormati senioritas anda. Andai saja anda bukan orang senior, pasti kritik dan kemarahan anda yang tidak proporsional akan berbuntut panjang.
Harusnya anda menempatkan diri secara proporsional. Menjadi senior itu sulit, karena semua yang dilakukan telah menjadi acuan dan justifikasi para yunior. Tampakkan jiwa kedewasaan anda, mestinya anda menanamkan hikmah dan kebijaksanaan di hadapan generasi muda penerus kegiatan dakwah. Bukan menampakkan sikap kekanak-kanakan yang bisa menyakitkan hati dan perasaan kader yang baru saja bergabung dalam kegiatan di organisasi anda. Bukan menunjukkan posisi powerful yang anda miliki, menampakkan otoritas sebagai senior yang anda dapatkan dari aset sejarah. Mengapa tidak anda tampakkan saja sikap ramah dan membimbing generasi muda, agar mereka merasa semakin nyaman membersamai kegiatan organisasi ?
Anda telah salah memahami makna senior. Bukankah senior itu hanya karena anda lebih dahulu bergabung dengan organisasi dakwah, dan mereka disebut yunior karena bergabungnya belakangan ? Tidak ada jaminan bahwa senior lebih baik dan lebih berkualitas dari yunior, tidak ada kaidah yang membenarkan bahwa seorang senior berhak berlaku semena-mena dan berbuat semaunya terhadap yang muda. Senior itu hanya karena takdir sejarah, bahwa anda bergabung lebih awal daripada yang lainnya. Itu saja, jangan dilebih-lebihkan.
Jika Anda Menjadi Dina
Bagaimana kalau menjadi Dina ? Anda jangan sungkan menyampaikan kepada Umi. Sebagai sahabat sejawat, satu generasi, anda harus berani menyampaikan aspirasi adik-adik yunior yang merasa disakiti hatinya. Sampaikan saja dengan bahasa yang tepat kepada Umi, bahwa tindakannya kepada Siti dan beberapa panitia kegiatan telah menyebabkan mereka tidak nyaman. Jika perilaku seperti itu menjadi kebiasaan, bahkan kebanggaan, akan berpotensi merusak tatanan organisasi. Anda harus membersamai Umi agar ia lebih arif serta bijak menempatkan diri dalam organisasi.
Nasihati Umi agar ia mengerti ketidaktepatan kemarahannya. Ajak Umi untuk meminta maaf kepada Siti, serta panitia pelaksana lainnya yang sempat mendapat kemarahan Umi. Permintaan maaf ini akan menyebabkan tumbuhnya cinta, kepercayaan dan penghormatan para yunior kepada senior mereka. Generasi muda akan melihat bahwa orang-orang tua bersedia meminta maaf kepada yang muda atas ketidaktepatan tindakan yang dilakukannya. Ini merupakan pembelajaran dan pendidikan yang sangat berarti bagi anak-anak muda. Umi tidak akan jatuh wibawa dan kehormatannya dengan meminta maaf, bahkan sebaliknya, tindakan itu akan menjadi awal respek dan penghormatan dari para yunior.
Sikap keras kepala dan tinggi hati yang ditampakkan Umi justru berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan kewibawaannya. Maka sebagai sesama senior, anda harus bisa meluruskan persepsi Umi. Setelah Umi bersedia meminta maaf, maka ajaklah Siti serta teman-teman panitia lainnya untuk tidak memperbesar masalah, untuk menganggap selesai masalah ini, dan tidak mengungkit lagi. Ajak Siti dan teman-teman panitia silaturahim ke rumah Umi untuk meminta nasihat dan tausiyah. Posisi anda sangat tepat untuk mengatur ini semua, karena Siti telah curhat kepada anda selaku senior organisasi.
Inilah rajutan hati dan ikatan perasaan dalam dinamika dakwah. Sebagian di antara kita ditakdirkan menjadi senior, sebagian yang lainnya menjadi yunior. Semata-mata karena sebagian telah lebih dahulu melakukan aktivitas dakwah dalam organisasi, sedangkan sebagian yang lainnya baru bergabung belakangan. Maka menjadi senior harus sangat berhati-hati dalam bersikap, berbicara, bertingkah laku, karena semua akan menjadi acuan generasi muda. Diamnya para senior saja memiliki arti, apalagi kemarahannya.
Sebaliknya, sebagai yunior hendaknya banyak belajar dan menimba pengalaman dari generasi terdahulu. Jika ada perkataan, perbuatan dan tingkah laku generasi terdahulu yang tidak menetapi standar kebaikan, hendaknya anda tidak menjadikannya sebagai patokan. Anda berkewajiban untuk memberikan masukan, pengingatan, tausiyah dan kritik konstruktif dengan cara yang tepat dan tetap menghormati pihak yang lebih tua. Karena Siti merasa tidak mampu memberikan masukan dan pengingatan secara langsung, maka ia sampaikan itu kepada Dina agar bisa meneruskan kepada Umi. Ini contoh kebijakan dalam menyampaikan masukan dan saran. Bukan mendiamkan, namun menyalurkan melalui saluran yang tepat.
Semoga Allah kuatkan Siti dan rekan-rekannya di jalan dakwah. Semoga Allah ampuni Umi dan membimbingnya agar menjadi gudang hikmah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kebijaksanaan kepada Dina sehingga menjadi qudwah. Amin
Sumber : PKS BANGUNTAPAN
4/23/2012
Pada saat kembali dari pelayarannya mencari India, Christoper Colombus di jamu dalam sebuah pesta besar. Pesta itu dipenuhi oleh pembicaraan-pembicaraan seru tentang ditemukannya benua baru. Bagi para petualang samudra sebenarnya tanah yg ditemukan Colombus bukanlah sesuatu yang baru. Namun karena saat itu Colombus menjadi terpandang, berceritalah ia tentang persiapan hingga hal-hal yang menarik yang ia temui saat berlayar. Orang-orang kagum mendengar ceritanya.
Di kejauhan, beberapa orang yang iri mulai berkomentar, “Ah..apa yang istimewa darinya, semua orang juga bisa berlayar dan menemukan benua baru... itu biasa..” Komentar itu kemudian disampaikan oleh seorang sahabat Colombus. Hal ini membuat Colombus tersenyum dan tertarik untuk mematahkan pendapat orang-orang yang iri itu. Ia meminta meja dan telur rebus yang masih utuh kulitnya. Lalu ia menantang, ”Siapa pun yang bisa membuat telur ini berdiri tegak di atas meja, akan mendapatkan semua gelar yang kumiliki dan seluruh harta kekayaanku!” Orang-orang yang iri tadi mengambil tantangan tersebut.
Mereka berusaha menegakkan telur itu di atas meja. Tentu saja tidak ada yang berhasil karena setiap telur di dunia berbentuk elips yang tidak akan mungkin bisa berdiri tegak. Colombus akhirnya maju setelah semuanya menyerah. Ia lalu meretakkan bagian ujung telur tersebut dengan menekannya keras-keras di atas meja. Telur itu tentu saja bisa berdiri tegak dengan ujungnya yang sudah tidak bulat lagi. Namun, reaksi penantang, “Kalau begitu kami juga bisa....” Jawab Colombus, “Lalu mengapa tidak kalian lakukan?” Mungkin ini adalah tabiat manusia yang selalu berkeluh kesah pada tantangan yang belum tentu sangat sulit.
Namun sejurus kemudian menjadi orang yang paling nyaring berkomentar “ah gampang...” setelah melihat orang lain melakukannya. Berkomentar memang mudah apalagi setelah melihat contoh yang dilakukan orang lain. Merasa diri mampu melakukan lebih baik dari orang lain, lebih pintar, lebih juara, menutup semua celah kebaikan orang lain dimata kita. Tidak jarang juga rasa senioritas menjadikan kita merasa lebih unggul, merasa lebih bermanfaat, sehingga kita menjadi orang yang gampang ujub, gampang meremehkan orang lain, padahal kita belum melakukan apa-apa untuk membuktikan hal tersebut. Ingat terkadang yang membedakan pecundang dengan pemenang hanyalah apa yang sudah mereka lakukan, bukan apa yang sudah mereka pikir.
Lakukan Saja
23/04/12
Pada saat kembali dari pelayarannya mencari India, Christoper Colombus di jamu dalam sebuah pesta besar. Pesta itu dipenuhi oleh pembicaraan-pembicaraan seru tentang ditemukannya benua baru. Bagi para petualang samudra sebenarnya tanah yg ditemukan Colombus bukanlah sesuatu yang baru. Namun karena saat itu Colombus menjadi terpandang, berceritalah ia tentang persiapan hingga hal-hal yang menarik yang ia temui saat berlayar. Orang-orang kagum mendengar ceritanya.
Di kejauhan, beberapa orang yang iri mulai berkomentar, “Ah..apa yang istimewa darinya, semua orang juga bisa berlayar dan menemukan benua baru... itu biasa..” Komentar itu kemudian disampaikan oleh seorang sahabat Colombus. Hal ini membuat Colombus tersenyum dan tertarik untuk mematahkan pendapat orang-orang yang iri itu. Ia meminta meja dan telur rebus yang masih utuh kulitnya. Lalu ia menantang, ”Siapa pun yang bisa membuat telur ini berdiri tegak di atas meja, akan mendapatkan semua gelar yang kumiliki dan seluruh harta kekayaanku!” Orang-orang yang iri tadi mengambil tantangan tersebut.
Mereka berusaha menegakkan telur itu di atas meja. Tentu saja tidak ada yang berhasil karena setiap telur di dunia berbentuk elips yang tidak akan mungkin bisa berdiri tegak. Colombus akhirnya maju setelah semuanya menyerah. Ia lalu meretakkan bagian ujung telur tersebut dengan menekannya keras-keras di atas meja. Telur itu tentu saja bisa berdiri tegak dengan ujungnya yang sudah tidak bulat lagi. Namun, reaksi penantang, “Kalau begitu kami juga bisa....” Jawab Colombus, “Lalu mengapa tidak kalian lakukan?” Mungkin ini adalah tabiat manusia yang selalu berkeluh kesah pada tantangan yang belum tentu sangat sulit.
Namun sejurus kemudian menjadi orang yang paling nyaring berkomentar “ah gampang...” setelah melihat orang lain melakukannya. Berkomentar memang mudah apalagi setelah melihat contoh yang dilakukan orang lain. Merasa diri mampu melakukan lebih baik dari orang lain, lebih pintar, lebih juara, menutup semua celah kebaikan orang lain dimata kita. Tidak jarang juga rasa senioritas menjadikan kita merasa lebih unggul, merasa lebih bermanfaat, sehingga kita menjadi orang yang gampang ujub, gampang meremehkan orang lain, padahal kita belum melakukan apa-apa untuk membuktikan hal tersebut. Ingat terkadang yang membedakan pecundang dengan pemenang hanyalah apa yang sudah mereka lakukan, bukan apa yang sudah mereka pikir.
4/23/2012
Suatu ketika seorang sahabat datang kepada Rasulullah SAW menanyakan perihal ilmu, lalu Rasulullah SAW bersabda : “ Jadikanlah Al Qur’an sebagai perisai dirimu dan penghibur hatimu serta ambillah petuah dengan Al Qur’an kepada kaum muslimin. Perbanyaklah berdoa kepada Allah SWT sekuat kemampuanmu” Adalah Shilah bin Asyyam seorang sahabat yang menjadi ahli ibadah di malam hari dan pejuang di siang hari, telah menjadi salah satu bukti kebenaran sabda Rasulullah SAW tersebut.
Tatkala mengikuti peperangan, dimana kaum muslimin telah berhadapan dengan pihak musuh, ia bersama sahabatnya Hisyam bin Amir memisahkan diri dari barisan kaum muslimin. Mereka menyerbu ke barisan musuh sambil memainkan senjatanya dengan tangkas, sehingga berhasil memecah belah barisan depan lawan. Melihat itu salah seorang komandan musuh berkata pada temannya,”Baru dua orang serdadu muslim sudah berhasil mengacaukan barisan kita. Apalagi jika semuanya menyerbu kita? Sebaiknya kita menyerah kepada kaum muslimin dan tunduk pada kehendak mereka”.
Saat malam mulai menapaki peraduannya di saat pasukan kaum muslimin beristirahat dari peperangan tadi siang. Shilah berada diantaranya turut merebahkan diri. Namun beberapa saat setelah merasa yakin bahwa tidak ada yang memperhatikan, ia mengendap-endap ke arah hutan yang belum pernah dilalui orang mencari tempat lapang dan kemudian sholat. Asyik bercengkerama dengan RabbNya wajahnya tampak bersinar, anggota tubuhnya tak bergerak dan jiwanya tenang. Seakan di tempat sunyi ia mendapat ketentraman jauh dari keramaian dan di dalam gelap ia mendapat cahaya.
Ia juga tidak pernah melewatkan kesempatan untuk memberikan petuah. Suatu ketika ia keluar ke tanah lapang yang luas di luar kota Bashrah untuk berkhalwat dan beribadah. Lalu lewatlah dihadapannya anak-anak muda yang sedang bersenang-senang dan memperturutkan keinginannya. Mereka bersenda gurau bercanda dan bersuka ria. Lalu Shilah menyapa mereka dengan salam lalu mengatakan, “Bagaimana pendapat kalian terhadap suatu kaum yang hendak melakukan perjalanan panjang yang sangat penting. Namun di waktu siang mereka menyimpang dari jalan yang dituju untuk bercanda dan bermain. Sedang di waktu malam mereka beristirahat. Kapankah kiranya mereka akan berangkat dan sampai tujuan?” Merenungi kisah sahabat ini tentu banyak dari kita berdecak kagum akan kemampuannya menguasai dunia dan mengisi hari2nya dengan aktifitas akhirat.
Mungkin banyak dari kita menjadi pelakon peran anak2 muda tadi. Siang sibuk dengan dunia serta kefanaannya yang meninabobokan, sementara malam asyik beristirahat hingga pagi menjelang. Padahal kita pun sadar bahwa kita semua sedang menuju suatu hari dimana kita akan terlelap selamanya hingga hari kebangkitan datang. Namun kita mungkin tidak menyadari bahwa 24 jam dalam sehari dan 60 detik dalam semenit adalah waktu2 yang harus kita isi dengan amal jariyah dan prestasi akhirat yang membanggakan. Salah seorang sahabat mengatakan kepada saya : “ Sebenarnya setiap adalah SELEBRITIS, bukankah setiap hari kita diSOROT oleh Malaikat Roqib dan Atid mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bayangkan!!! dokumen film itu akan diputar ulang di BIOSKOP akhirat nanti tanpa EDIT/SENSOR sedikitpun.
Hanya mereka yang berAKTING sesuai tuntunan SKENARIO Al Qur’an dan Hadits lah yang akan mendapat PIALA Surga Awards”. Jika kita menginginkan piala tersebut. Ayoo kita perbaiki Akting kita lewat amal, ibadah dan iman (sumber: Kisah Tabi’in Hepi Andi, Bagaimana Menyentuh Hati Abbas As Siisi )
Belajar dari Sahabat
Suatu ketika seorang sahabat datang kepada Rasulullah SAW menanyakan perihal ilmu, lalu Rasulullah SAW bersabda : “ Jadikanlah Al Qur’an sebagai perisai dirimu dan penghibur hatimu serta ambillah petuah dengan Al Qur’an kepada kaum muslimin. Perbanyaklah berdoa kepada Allah SWT sekuat kemampuanmu” Adalah Shilah bin Asyyam seorang sahabat yang menjadi ahli ibadah di malam hari dan pejuang di siang hari, telah menjadi salah satu bukti kebenaran sabda Rasulullah SAW tersebut.
Tatkala mengikuti peperangan, dimana kaum muslimin telah berhadapan dengan pihak musuh, ia bersama sahabatnya Hisyam bin Amir memisahkan diri dari barisan kaum muslimin. Mereka menyerbu ke barisan musuh sambil memainkan senjatanya dengan tangkas, sehingga berhasil memecah belah barisan depan lawan. Melihat itu salah seorang komandan musuh berkata pada temannya,”Baru dua orang serdadu muslim sudah berhasil mengacaukan barisan kita. Apalagi jika semuanya menyerbu kita? Sebaiknya kita menyerah kepada kaum muslimin dan tunduk pada kehendak mereka”.
Saat malam mulai menapaki peraduannya di saat pasukan kaum muslimin beristirahat dari peperangan tadi siang. Shilah berada diantaranya turut merebahkan diri. Namun beberapa saat setelah merasa yakin bahwa tidak ada yang memperhatikan, ia mengendap-endap ke arah hutan yang belum pernah dilalui orang mencari tempat lapang dan kemudian sholat. Asyik bercengkerama dengan RabbNya wajahnya tampak bersinar, anggota tubuhnya tak bergerak dan jiwanya tenang. Seakan di tempat sunyi ia mendapat ketentraman jauh dari keramaian dan di dalam gelap ia mendapat cahaya.
Ia juga tidak pernah melewatkan kesempatan untuk memberikan petuah. Suatu ketika ia keluar ke tanah lapang yang luas di luar kota Bashrah untuk berkhalwat dan beribadah. Lalu lewatlah dihadapannya anak-anak muda yang sedang bersenang-senang dan memperturutkan keinginannya. Mereka bersenda gurau bercanda dan bersuka ria. Lalu Shilah menyapa mereka dengan salam lalu mengatakan, “Bagaimana pendapat kalian terhadap suatu kaum yang hendak melakukan perjalanan panjang yang sangat penting. Namun di waktu siang mereka menyimpang dari jalan yang dituju untuk bercanda dan bermain. Sedang di waktu malam mereka beristirahat. Kapankah kiranya mereka akan berangkat dan sampai tujuan?” Merenungi kisah sahabat ini tentu banyak dari kita berdecak kagum akan kemampuannya menguasai dunia dan mengisi hari2nya dengan aktifitas akhirat.
Mungkin banyak dari kita menjadi pelakon peran anak2 muda tadi. Siang sibuk dengan dunia serta kefanaannya yang meninabobokan, sementara malam asyik beristirahat hingga pagi menjelang. Padahal kita pun sadar bahwa kita semua sedang menuju suatu hari dimana kita akan terlelap selamanya hingga hari kebangkitan datang. Namun kita mungkin tidak menyadari bahwa 24 jam dalam sehari dan 60 detik dalam semenit adalah waktu2 yang harus kita isi dengan amal jariyah dan prestasi akhirat yang membanggakan. Salah seorang sahabat mengatakan kepada saya : “ Sebenarnya setiap adalah SELEBRITIS, bukankah setiap hari kita diSOROT oleh Malaikat Roqib dan Atid mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bayangkan!!! dokumen film itu akan diputar ulang di BIOSKOP akhirat nanti tanpa EDIT/SENSOR sedikitpun.
Hanya mereka yang berAKTING sesuai tuntunan SKENARIO Al Qur’an dan Hadits lah yang akan mendapat PIALA Surga Awards”. Jika kita menginginkan piala tersebut. Ayoo kita perbaiki Akting kita lewat amal, ibadah dan iman (sumber: Kisah Tabi’in Hepi Andi, Bagaimana Menyentuh Hati Abbas As Siisi )
Langganan:
Postingan (Atom)
Berita Terpopuler
-
Oleh: Suara Kebersamaan Cita cita kita begitu nyata Ingin Indonesia maju sejahtera Ingin sama berdiri di mata dunia Punya harga diri d...
-
Masyarakat Desa Pesayan dan Pilanjau, Kecamatan Sambaliung, Berau, meminta diperjuangkan listrik PLN dan air bersih saat anggota DPRD Kalt...
-
Oleh : Cahyadi Takariawan Siang tadi (Sabtu 3 Desember 2011), saya mengikuti acara Tatsqif Kader Dakwah di Markaz Dakwah Gambiran, Yogyaka...
-
SAMARINDA. Anggota Komisi I asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Gunawarman, mengatakan pemerintah provinsi perlu membentuk Satuan...
-
BANDUNG -- Delegasi dari Türkiye Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) atau Partai Keadilan dan Pembangunan Turki, dijamu makan malam oleh Guber...
-
JAKARTA -- Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengaku bersyukur masih ada anggota DPR berhati nurani yang berani mencegah 'pemerasan' (per...
-
Prof. Dr. Didik J. Rachbini Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pasangan DR. Hidayat Nur Wahid •#JihadTransportasiMassal kita hrs punya g...
-
SAMARINDA. Anggota Komisi IV DPRD Kaltim yang membidangi Kesra, Lelyanti Ilyas, meminta Pemkot Balikpapan memperhatikan warga Traktor 6, La...
-
Husnul Khatimah Umar, S.Psi Apakah anda pernah menemui anak yang gemar berbohong ? Sampai-sampai anda sulit membedakan yang mana fakta dan...
-
Meski sejak beberapa waktu lalu sejumlah parpol mulai melakukan penjaringan caleg yang dipersiapkan untuk Pemilu 2014 mendatang, namun DPW ...
DPW PKS KALTIM
Arsip Blog
-
▼
2012
(215)
-
▼
12/09 - 12/16
(9)
- Siapa Menyulut Api di Istana Ittihadiyah?
- Kisah Siti, Dina dan Umi : Reloaded
- Politisi PKS: Pidato SBY Bisa Bahayakan Pemberanta...
- Dikado Alquran oleh PKS, KPK: Ini Gratifikasi Tapi...
- PKS: Kami Siap di Dalam dan di Luar Kabinet
- Anis Matta : Inspirasi dari kisah Nabi Yusuf, Nabi...
- Dipimpin Hidayat Nurwahid F-PKS Datangi KPK Beri D...
- PKS: Ide Reshuffle Hanya Pengalihan Isu Maraknya K...
- AS dan Zionis Dibelakang Demo Anti Mursi? | Bocora...
- ► 12/02 - 12/09 (6)
- ► 11/25 - 12/02 (2)
- ► 11/18 - 11/25 (4)
- ► 05/20 - 05/27 (4)
- ► 05/06 - 05/13 (8)
- ► 04/29 - 05/06 (3)
- ► 04/22 - 04/29 (19)
- ► 04/15 - 04/22 (14)
- ► 04/08 - 04/15 (13)
- ► 04/01 - 04/08 (19)
- ► 03/25 - 04/01 (11)
- ► 03/18 - 03/25 (16)
- ► 03/11 - 03/18 (29)
- ► 03/04 - 03/11 (55)
- ► 02/26 - 03/04 (3)
-
▼
12/09 - 12/16
(9)
-
►
2011
(4)
- ► 07/24 - 07/31 (3)
- ► 07/17 - 07/24 (1)
Tahukah Kita
Renungan & Hikmah
Bidpuan DPC ULU
Dapur Bidpuan Samarinda Ulu
