NEWS UPDATE :

Cerpen Bersambung "Arus kehidupan" By : DMC ( Pengurus Bid.BKO )

10/03/12


Bu...,apakah allah membenci kita...!!??
Anak laki-laki kecil itu menatap ibunya yang menangis tanpa suara. Di pandanginya wajah tirus tua ibunya. Ada kesedihan mendalam disana. Ada ketabahan yang coba dikuat-kuatkan.
Sementara itu angin barat sore, menyapu halus pohon kamboja dan menggugurkan daun-daun tuanya. Jatuh digundukan tanah merah yang baru saja ditimbun diatas tubuh ayahnya yang meninggal karena “kecelakaan”.
Hanya ada mereka berdua yang tertinggal di pemakaman itu. Suasana pemakaman itu sunyi. Sepi. Anak kecil berumur 5 tahun itu tak mengerti mengapa mereka harus tinggal lebih lama di tempat itu. Sesungguhnya ia mau segera pulang dan beristirahat. Kakinya sudah begitu lelah. Juga lapar. Namun melihat ibunya yang berduka, ia tak berani meminta kepada ibunya untuk pulang.
Entah apa yang ada dipikiran ibunya. Satu hal yang ia tahu, ayahnya bukanlah orang yang baik. Ia sering berjudi, mabuk-mabukan dan sering memukul ibunya. Pulang kerumah hanya untuk marah-marah, kemudian pergi lagi setelah memeras uang gaji mencuci ibunya. Padahal ibunyalah yang menjadi tulang punggung keluarga selama ini sebagai tukang cuci baju. Ingin sebenarnya ia membantu ibunya, namun ibunya selalu berkata bahwa ia masih terlalu kecil untuk bekerja.
“Kamu masih kecil, Le. Nanti kalo kamu sudah besar, kamu boleh bantu ibu.” Ibunya berkata.
“Tapi bu, aku kuat kok bantu ibu nyuci. Meras cucian aja kalo ibu nda’ mau aku nyikat bajunya.” Tawar anak lelaki itu.
Ibunya hanya tersenyum sambil tetap mencuci.
“Le, kamu mau nuruti kata-kata ibu saja, itu sudah membantu ibu. Kamu mau nuruti kata-kata ibu, kan? Mau jadi anak baik kan?
Bocah itu mengangguk.
“Kalo gitu, bikinkan ibu teh saja ya. Nanti setelah ibu nyuci pasti haus” pinta ibunya.
Bocah itu riang masuk kedapur dan membuatkan teh. Ia harus menjadi anak baik. Selalu menuruti nasehat ibunya. Hanya dengan cara itu ia bisa melihat ibunya tersenyum meski sering dipukul ayahnya. Ayah yang kejam. Tapi entah mengapa ia tidak bisa benar-benari membenci lelaki itu. Mungkin ia masi terlalu kecil untuk mengetahui dan belajar tentang rasa benci. Rasa yang bertahun-tahun kemudian yang menjadi tonggak alasannya melanjutkan hidup.
Dan ia tahu pasti, mengapa ayahnya meninggal. Ayahnya meninggal karena ditikam oleh teman judinya. Dan setelah ayahnya meninggal, teman-teman ayahnya itu datang kerumah dan mengambil barang–barang berharga yang ada dirumah. Ibunya hanya dapat menangis pada saati itu dan ia…, masih terlalu kecil untuk dapat mengusir orang-orang yang mengambil barang mereka dirumah.
Ibu-anak itu baru saja selesai menunaikan shalat magrib. Anak itu berdiri disebelah kiri ibunya. Mengiuti setiap gerak dan baca ibunya.
“Bu, apakah allah benci kita ?”, tanya anak kecil itu lugu. Sang ibu menatap anak lelakinya itu dan mencoba tersenyum.
” Tidak nak….. Tidak. Allah tidak pernah membenci hamba-nya. Bahkan allah sangat mencintai kita. Ini hanya salah satu cara allah untuk menunjukkkan cinta-nya pada kita. Allah ingin menguji kita, apakah kita pantas untuk mendapatkan cinta-Nya yang lebih besar. Oleh karana kita harus bersabar, nak”
Anak lelaki itu sebenarnya tak paham dengan ucapan ibunya. Namun ia tak ingin bertanya lebih jauh, tentang maksud perkataan ibunya. Ia tak ingin menambah beban pikiran ibunya.
Dan ketika mentari sore hanya meninggalkan rona merah saga di ufuk barat, akhirnya ibu-anak itu meninggalkan pemakaman. Semilir angin senja menusuk kulit. Namun hati ibu itu lebih tertusuk. Oleh meninggalnya sang suami. Bukan, bukan Cuma itu. Ia tertusuk karena masalah yang ditinggalkan oleh suaminya itu.
Sang ibu memandangi anak semata wayangnya. Ia tak tahu bagaimana harus membesarkan anak itu. Anak titipan Tuhan sang Maha cinta. Hanya yakinnya saja yang membuat ia masih berharap. Tuhan tidak mengatakan bahwa hidup itu mudah. Tetapi tuhan menjanjikan pertolongan-Nya ketika seseorang susah.

Bersambung……

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright PKS Samarinda Ulu 2012 | Design by PKS TEMPLATE | Powered by Blogger.com.